31 Hari Menulis

31 Hari Menulis
Photo by Mark König / Unsplash

31 hari saya menulis tiap hari di sini. Sebuah batu loncatan yang cukup penting. Sebab saya belum pernah menjalani sebuah hal baru dengan durasi sepanjang ini. Sebetulnya ada rasa bangga juga, meski cuma sedikit.

Kalau dari 7 hari menulis saya dapat beberapa pelajaran, kali ini saya tambahkan 3 lagi.

Pertama, jumlah tulisan yang membuat saya cukup puas (bukan berarti bagus, tapi saya cukup puas) berkisar 20% dari total. Angka ini mengingatkan saya pada prinsip Pareto, dimana 20% dari yang dikerjakan berimplikasi pada 80% hasil. Moga-moga ini pertanda bahwa saya sudah di jalur yang benar, setidaknya dari sudut pandang pribadi. Tinggal dilanjutkan saja.

Kedua, setelah menulis tiap hari terus terang ada rasa jenuh. Bukan jenuh atas aktivitas menulisnya, tapi jenuh dengan cara menulis yang begitu-begitu saja. Ini memang perlu latihan, tepatnya latihan yang spesifik. Misalnya khusus menulis untuk berlatih analogi, atau membuat lead sebagai pembuka, atau menulis runut, atau lainnya. Latihan yang tidak langsung memproduksi satu tulisan utuh. Ibarat memasak, fokus dulu mengasah teknik-teknik memotong bawang, lalu mengulek bumbu, dan melatih lidah mencicip rasa gurih. Baru ketika kemampuan atas tiap teknik itu terasah, hasil masakan bisa lebih lezat. Meminjam istilah AS Laksana, ambil dulu persnelling mundur untuk maju lebih jauh.

Ketiga, perlu untuk lebih peka atas situasi sekitar dan mengkonsumsi hal-hal yang ‘berdaging’ supaya bisa terkonversi menjadi tulisan. Di saya setidaknya, mengganti sebagian waktu sosmed untuk baca buku dan mendengarkan podcast bermutu terbukti lebih ampuh menelurkan ide.

Saya akan terus menulis tiap hari. Otot menulis masih perlu banyak dilatih supaya kuat dan sehat. Entah sampai kapan saya juga belum tahu. Kepada saya, saya berucap, “Semingit, Qaqa!”

Read more