Anak Terlambat Bicara

Anak Terlambat Bicara
Photo by Steven Libralon / Unsplash

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H!

Di momen lebaran ini, seperti biasanya, kami berkumpul dengan keluarga besar. Yang menjadi pusat perhatian tentu saja adalah tingkah polah anak-anak balita yang menggemaskan. Beberapa anak yang sudah bisa bicara, pasti diajak ngobrol oleh sanak keluarga lain. Termasuk anak saya yang sekarang hampir usia 4 tahun.

Sementara itu, ada anak yang lain ternyata masih belum lancar bicara. Saya pun menceritakan kisah anak saya dimana ia sempat mengalami keterlambatan bicara. Menurut sanak keluarga, ternyata banyak anak-anak lain yang mereka tahu juga mengalami hal serupa.

Dulu anak saya lahir menjelang covid-19 kemudian tumbuh terisolasi karena pandemi ini. Tumbuh kembangnya secara umum cukup baik: duduk, berjalan, berlari, memegang, motorik, sensorik dan lainnya, kecuali kemampuan bicara. Istilahnya, speech delay.

Saat usianya hampir dua tahun, anak saya belum juga bisa bicara. Usia ini, kalau tidak salah, adalah titik dimana harus mulai diberikan intervensi untuk mengasah kemampuan bicaranya. Jika tidak maka akan semakin sulit. Akhirnya saya dan istri memberanikan konsultasi ke dokter tumbuh kembang, meski di tengah pandemi. Langkah ini penting untuk tahu jenis speech delay nya apa. Karena jika anda browsing atau buka youtube dari seminar-seminar dokter anak, jenis speech delay ada bermacam-macam. Mulai dari karena gangguan pendengaran, syaraf hingga ke autisme.

Dokter melakukan tes dan kesimpulannya anak saya mengalami gangguan bahasa ekspresif. Dokter kemudian menyarankan agar anak kami mengikuti terapi wicara. Celakanya, semua klinik dan rumah sakit yang punya terapi wicara, penuh saat itu. Waiting list hingga lebih dari 3 bulan. Dalam masa penantian itu, muncul covid varian Delta, si paling ganas. Kami sekeluarga terjangkit, termasuk si kecil. Kami bergantian demam dan batuk-pilek. Alhamdulillah dapat dilewati setelah isolasi hampir 20 hari.

Karena serangan varian delta ini, banyak orang tua yang membatalkan booking terapi anaknya. Sehingga ada spot kosong. Blessing in disguise. Karena anak kami sudah pernah kena covid dan sudah ada kekebalan alami, kami justru berani memasukkannya ke spot tersebut.

Selain itu, kami juga memberanikan diri mengikutkan dia di daycare, lagi-lagi karena sudah punya kekebalan alami. Alhamdulillah kombinasi terapi dan interaksi dengan yang seumuran di daycare mempercepat perkembangan bicara anak saya.

Saat ini sudah sekitar 21 bulan sejak anak saya mulai terapi dan masuk daycare. Alhamdulillah sudah cukup lancar bicara dan menjawab pertanyaan. Misalnya:

“Halo cah bagus, namanya siapa ya?”

“Namaku Ultraman.”

Read more