Panas Pol
Beberapa minggu terakhir, Jogja panas sekali. Hawanya bikin pusing, sakit kepala. Desember yang katanya adalah gede-gedene sumber dimana air hujan tumpah ruah, kali ini justru kering kemripik. Gerimis pun tidak.
Keanehan ini, menurut banyak ahli, adalah salah satu wujud dampak pemanasan global. Saat gas rumah kaca berkumpul di atmosfer dan menahan panas matahari. Utamanya panas dari pantulan bumi, yang seharusnya keluar, justru dikembalikan ke bumi. Sebagai info, tahun 2023 ini adalah tahun terpanas sejak suhu bumi mulai diukur. Gila!
Kalau kita mengikuti berita soal ini, sudah banyak informasi tentang komitment negara-negara di seluruh (terutama negara maju) untuk memangkas emisi gas rumah kaca. Supaya temperatur bumi tidak naik melebihi 1,5 Celcius dibanding masa sebelum revolusi industri. Tapi sejauh ini, komitmen memang hanya komitmen. Lamis. Pelaksanaannya masih jauh panggang dari api.
Para pembesar & pebisnis negara maju mungkin tidak merasakan panas Jogja saat ini. Atau mungkin merasakan yang serupa di sana, tapi tidak terlalu berdampak karena masih dikelilingi AC. Hidup nyaman-nyaman saja seperti biasanya. Mereka ini kadang-kadang perlu kalibrasi nasib. Coba sesekali bepergian naik ojol di siang bolong. Badan pasti basah keringat. Kena hembusan kipas langsung masuk angin. Minum es teh langsung pusing.
Memang, empati itu perlu ditumbuhkan dan dirawat. Oleh siapapun. Lebih-lebih oleh mereka yang punya kuasa atas hajat hidup banyak orang.