Berkontemplasi
Aristotle’s good society has three lives: the life of knowledge and productivity, the life of entertainment, and the greek’s special relationship to leisure. And the life of contemplation.
Yang terakhir ini menarik sekali, karena saya kira banyak yang belum membahasnya, yaitu kontemplasi.
Dalam KBBI, kontemplasi diartikan sebagai: renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh. Sementara berkontemplasi: merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian.
Dalam pemahanan saya, memang sewajarnya kita sebagai manusia perlu berkontemplasi. Melihat sejauh mana sudah berjalan, mengevaluasi mana yang salah dan benar, menyadari hal-hal yang patut disyukuri, menilik lagi mana yang perlu diperbaiki, hingga menyimpulkan pelajaran apa yang tersirat dari kehidupan sehari hari.
Tebakan saya, banyak dari kita yang lupa melakukannya. Zaman sekarang hidup harus serba cepat dan efektif. Boleh bersenang-senang dengan traveling, nonton film bagus dan lainnya. Tapi jarang berkontemplasi, jarang mengobrol dengan diri sendiri.
Saya pernah melihat IG post dari Iqbal Hariadi soal ini. Katanya, “Apa yang pertama kita lakukan setelah bangun tidur? Cek handphone, kan? Cek sosial media, kan?” Kita tidak sadar, bahwa sosmed itu isinya mayoritas tentang orang lain. Sedikit yang tentang kita. Rasionya njomplang.
Pertanyaannya kemudian: bagaimana caranya berkontemplasi yang praktis?
Ada salah satu cara yang sekarang saya juga jalani, yaitu menulis morning pages. Saya tulis satu halaman saja cukup, tentang apapun yang sedang saya pikirkan di pagi hari. Bisa soal bersyukur karena bangun tidur badan terasa enak, bisa tentang masalah yang sedang dihadapi, kepusingan-kepusingan yang lalu-lalang di pikiran, kekhawatiran-kekhawatiran, rencana-rencana, ide-ide, apapun lah. Tujuannya adalah mengeluarkan apa yang ada di kepala, supaya tidak terasa berat. Sekaligus berkontemplasi tadi, melihat lagi dengan seksama apa yang kita rasakan saat ini, kemarin dst. Menariknya, setelah nanti saya baca-baca lagi tulisan morning pages yang lama, saya jadi tahu, “Oh, dulu pernah ada di fase ini, kesulitan ini, toh bisa terlewati juga.” Saya jadi semangat lagi dan bersyukur bahwa diri ini bertumbuh.
Jadi, ayo. Mari berkontemplasi, supaya hidup lebih komplit. Seperti kata Aristoteles.